[Kilas Buku] Avenoir - Urfa Qurrota Ainy
ameylia
April 05, 2020
0 Comments
Avenoir. Pertama kali mendengar judul buku ini, saya penasaran dengan makna dari kata avenoir itu sendiri. Lantas mencoba membuka kamus bahasa inggris, namun tidak ditemukan. Haha.
Di dalam buku ini, avenoir diartikan sebagai sekumpulan cerita, emosi, dan pengalaman hidup mengenai rumitnya hubungan manusia ketika masa lalu turut menjadi bagian darinya. Avenoir merupakan gabungan dua kata dalam Bahasa Prancis, yakni avenir dan avoir, yang dibuat oleh John Koenig dalam Dictionary of Obsecure Sorrows. Pembuatan istilah avenoir tidak lain untuk mengisi kekosongan istilah guna menyebut sebuah perasaan yang timbul ketika kita mengenang suatu peristiwa dan tiba-tiba waktu seperti membeku sejenak, sebelum kaki kita bergerak mundur menuju peristiwa yang kita kenang - baik dengan niat untuk mengulang peristiwa itu lagi, maupun untuk mencegah peristiwa itu terjadi sama sekali. Avenoir menggambarkan sebuah dilema klise yang berbunyi: apakah kita mesti membiarkan masa lalu menuntun kita atau kita yang harus menuntunnya?
Buku ini mengisahkan beragam cerita dari para pencerita kepada si pendengar cerita. Adalah Da, seseorang yang memiliki profesi sebagai pendengar cerita, mendengarkan beragam cerita dengan berbagai tema dan masalah. Tetapi semua yang diceritakan berujung pada satu muara, yakni tentang hidup yang tidak baik-baik saja. Singkatnya, kira-kira profesi ini mirip seperti seorang psikolog. Walaupun ia menjadi seorang pendengar cerita, bukan hal yang mustahil jika Da sendiri memiliki kisah di mana hidupnya tidak baik-baik saja. Pada buku Avenoir ini, Da juga menuliskan pelik masalah hidupnya hingga akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri, menyembuhkan lukanya sendiri melalui profesinya sebagai pendengar cerita dan lewat orang-orang yang bercerita padanya.
Meski pada sampul buku ini tertulis bahwa buku ini adalah sebuah buku kumpulan cerita, namun lebih baik untuk membacanya secara urut atau tidak melompat-lompat sebab ada satu kisah yang berhungan dengan akhir dari cerita fiksi ini.
Avenoir terdiri dari 18 bagian atau kisah, tidak termasuk pengantar dan akhir dari cerita si pendengar cerita (tentu ada di awal dan akhir buku). Bagi kalian yang mungkin sedang muak dengan kisah-kisah romantisme patah hati, buku ini tidak hanya bercerita tentang kandasnya kisah asmara dari para pencerita. Lebih dari itu, ini berisi kisah-kisah dari banyak golongan, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, dewasa maupun anak kecil, kaya maupun miskin. Buku ini berhasil membuat saya beberapa kali bergumam dalam hati, apakah ini betul kisah fiksi? Pertanyaan saya itu kemudian terjawab menjelang akhir dari buku ini.
Dari semua kisah dalam Avenoir, ada sebuah bagian yang mungkin dapat menjadi jawaban dari beberapa pertanyaan.
"Barangkali memang bagian tersulit dari merelakan masa lalu adalah ketika kau menganggap dirimu sebagai objek yang tak punya daya. Korban yang butuh diselamatkan. Alih-alih mendaulat dirimu sebagai pahlawan yang bisa menolong dirimu sendiri".
Selamat mengarungi cerita.
Di dalam buku ini, avenoir diartikan sebagai sekumpulan cerita, emosi, dan pengalaman hidup mengenai rumitnya hubungan manusia ketika masa lalu turut menjadi bagian darinya. Avenoir merupakan gabungan dua kata dalam Bahasa Prancis, yakni avenir dan avoir, yang dibuat oleh John Koenig dalam Dictionary of Obsecure Sorrows. Pembuatan istilah avenoir tidak lain untuk mengisi kekosongan istilah guna menyebut sebuah perasaan yang timbul ketika kita mengenang suatu peristiwa dan tiba-tiba waktu seperti membeku sejenak, sebelum kaki kita bergerak mundur menuju peristiwa yang kita kenang - baik dengan niat untuk mengulang peristiwa itu lagi, maupun untuk mencegah peristiwa itu terjadi sama sekali. Avenoir menggambarkan sebuah dilema klise yang berbunyi: apakah kita mesti membiarkan masa lalu menuntun kita atau kita yang harus menuntunnya?
Buku ini mengisahkan beragam cerita dari para pencerita kepada si pendengar cerita. Adalah Da, seseorang yang memiliki profesi sebagai pendengar cerita, mendengarkan beragam cerita dengan berbagai tema dan masalah. Tetapi semua yang diceritakan berujung pada satu muara, yakni tentang hidup yang tidak baik-baik saja. Singkatnya, kira-kira profesi ini mirip seperti seorang psikolog. Walaupun ia menjadi seorang pendengar cerita, bukan hal yang mustahil jika Da sendiri memiliki kisah di mana hidupnya tidak baik-baik saja. Pada buku Avenoir ini, Da juga menuliskan pelik masalah hidupnya hingga akhirnya menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri, menyembuhkan lukanya sendiri melalui profesinya sebagai pendengar cerita dan lewat orang-orang yang bercerita padanya.
Meski pada sampul buku ini tertulis bahwa buku ini adalah sebuah buku kumpulan cerita, namun lebih baik untuk membacanya secara urut atau tidak melompat-lompat sebab ada satu kisah yang berhungan dengan akhir dari cerita fiksi ini.
Avenoir terdiri dari 18 bagian atau kisah, tidak termasuk pengantar dan akhir dari cerita si pendengar cerita (tentu ada di awal dan akhir buku). Bagi kalian yang mungkin sedang muak dengan kisah-kisah romantisme patah hati, buku ini tidak hanya bercerita tentang kandasnya kisah asmara dari para pencerita. Lebih dari itu, ini berisi kisah-kisah dari banyak golongan, laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda, dewasa maupun anak kecil, kaya maupun miskin. Buku ini berhasil membuat saya beberapa kali bergumam dalam hati, apakah ini betul kisah fiksi? Pertanyaan saya itu kemudian terjawab menjelang akhir dari buku ini.
Dari semua kisah dalam Avenoir, ada sebuah bagian yang mungkin dapat menjadi jawaban dari beberapa pertanyaan.
"Barangkali memang bagian tersulit dari merelakan masa lalu adalah ketika kau menganggap dirimu sebagai objek yang tak punya daya. Korban yang butuh diselamatkan. Alih-alih mendaulat dirimu sebagai pahlawan yang bisa menolong dirimu sendiri".
Selamat mengarungi cerita.