Sabtu, 28 September 2019

Yang Quotable di "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat"

The Subtle Art of Not Giving A Fuck merupakan buku pengembangan diri pertama tulisan Mark Manson yang beberapa waktu lalu menjadi salah satu buku yang cukup terkenal dan digandrungi oleh banyak pembaca. Di Indonesia sendiri, buku ini telah dialihbahasakan menjadi "Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat".

Hasil gambar untuk foto buku seni bersikap bodo amat
Pict by google

Pernah suatu waktu, ketika saya sedang membaca buku ini, seseorang berkata, "Untuk apa kamu baca buku ini? Awas nanti kamu malah jadi bodo amat. Ga bagus itu". Padahal, bodo amat yang dimaksud oleh Manson adalah bagaimana kita menyikapi suatu masalah yang terjadi serta memberi perhatian hanya pada hal-hal yang memang semestinya perlu kita berikan atensi.

Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat terdiri dari 9 bab. Melalui buku ini, Manson mengemas tulisannya dengan kisah-kisah yang penuh makna, tentang bagaimana kita menyikapi hidup. Inti dari buku ini sebenarnya telah dikemas di awal bab. Manson juga menuliskan tiga "seni" yang dapat membantu mendefinisikan masa bodoh:

#1 Masa bodoh bukan berarti menjadi acuh tak acuh; masa bodoh berarti nyaman saat menjadi berbeda

#2 Untuk bisa mengatakan "bodo amat" pada kesulitan, pertama-tama Anda harus peduli terhadap sesuatu yang jauh lebih penting dari kesulitan

#3 Entah Anda sadari atau tidak, Anda selalu memilih suatu hal untuk diperhatikan

Menurut Manson, cuek dan masa bodoh adalah cara yang sederhana untuk mengarahkan kembali ekspektasi hidup kita dan memilih apa yang penting dan apa yang tidak. Buku ini mengajarkan kita bagaimana cara berlapang dada dan membiarkan sesuatu pergi, menyortir hal-hal yang penting saja dalam kehidupan ini.

Jadi, apa yang quotable di buku ini?

Apapun masalah Anda, konsepnya sama: selesaikan masalah; lalu berbahagialah.
Akan tetapi, sayangnya, bagi banyak orang, rasanya hidup tidak sesederhana itu. Itu karena mereka menghadapi masalah dengan paling tidak satu dari dua cara, yaitu penyangkalan dan mentalitas korban.

Jika penderitaan tidak bisa ditolak, jika permasalahan dalam kehidupan kita ini tidak bisa dihindari, pertanyaan yang harus kita ajukan bukan "Bagaimana saya menghentikan penderitaan?" Tapi "Mengapa saya menderita-demi tujuan apa?"

Bertanya kepada diri sendiri secara jujur itu sulit. Anda harus mengajukan kepada diri Anda sendiri, pertanyaan yang tidak nyaman untuk dijawab.
Kenyataannya, semakin tidak nyaman sebuah jawaban, semakin itu mendekati kenyataan yang sebenarnya.

Masalah mungkin tidak dapat dielakkan, namun makna dari setiap masalah bisa dikelola.
Kita harus mengendalikan makna di halik permasalahan kita seturut persepsi yang telah kita pilih, seturut standar yang telah kita tentukan untuk mengukurnya.

Jika Anda ingin mengubah cara Anda memandang permasalahan Anda, Anda harus mengubah nilai yang Anda pegang dan/atau bagaimana Anda mengukur kegagalan/kesuksesan.

Self improvement yang sesungguhnya: memprioritaskan nilai-nilai yang lebih baik, memilih hal-hal yang lebih baik untuk dipedulikan.
Karena ketika Anda peduli pada hal-hal yang lebih baik, Anda akan mendapat masalah yang lebih baik. Dan ketika Anda mendapat masalah yang lebih baik, Anda menjalani kehidupan yang lebih baik pula.

Tidak ada dogma yang benar. Tidak ada pula ideologi yang sempurna.
Yang ada hanyalah bahwa pengalaman Anda telah menunjukkan kepada Anda mana yang benar untuk Anda - dan bahkan, bahwa pengalaman juga bisa keliru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar