Sabtu, 18 Januari 2020

[Kilas Buku] I Am Sarahza - Hanum Salsabiela dan Rangga Almahendra

“I Am Sarahza” merupakan salah satu buku tulisan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, yang sebelumnya juga penulis buku “99 Cahaya di Langit Eropa” dan “Bulan Terbelah di Langit Amerika”. Sebelumnya, kedua buku tersebut telah berhasil diangkat ke layar lebar. “I Am Sarahza” mengisahkan tentang perjalanan pernikahan serta perjuangan panjang sepasang suami istri tersebut dalam mengupayakan seorang buah hati. Inti dari buku ini telah tergambar dari sampulnya, “Di mana ada harapan, di situ ada kehidupan”.

Hasil gambar untuk buku i am sarahza

Buku ini terdiri dari 11 chapter. Setiap chapter menceritakan tahun-tahun pernikahan yang dimulai sejak tahun pertama pernikahan. Perjalanan kisah pada buku ini dibuka dengan cerita pertemuan antara Rangga dan Hanum. Kisah ini diceritakan melalui tiga sudut pandang, yakni dari sudut pandang Rangga, Hanum, dan Sarahza (calon anak Rangga dan Hanum yang ada di Lauhul Mahfudz). Pada buku ini dikisahkan bahwa apabila harapan semakin memudar, maka cahaya kehidupan Sarahza di Lauhul Mahfuz juga semakin meredup.

Berbagai upaya dilakukan kedua pasangan ini untuk memperoleh anak, mulai dari laparaskopi, inseminasi buatan, bayi tabung, mereka pun mencoba konsultasi beberapa dokter atau ahli, mulai dari dalam negeri hingga luar negeri. Cara yang dilakukan juga terus dilakukan berulang-ulang hingga tak jarang keputusasaan hadir di hati mereka. Cerita perjalanan panjang upaya Hanum dan Rangga untuk memperoleh buah hati yang tak kunjung dititipkan oleh Yang Maha Kuasa memiliki banyak pelajaran dan hikmah yang bisa kita petik bersama. Kisah ini juga mengajarkan kita bagaimana cara menghadapi masalah hidup, mengatasi ego, mengerti arti pernikahan itu sendiri, mengembalikan semangat serta mengerti cara bersyukur. Nasihat-nasihat juga dapat kita ambil dari buku ini, salah satunya ialah nasihat dari Ayah Hanum ketika anaknya sedang dalam keputusaan lantaran upayanya yang panjang dan berulang-ulang tidak ada yang membuahkan hasil. Cukup panjang, tapi penting untuk kita jadikan pelajaran.

“Satu, jaga shalatmu. Shalat itu dibilang tiang agama, tapi juga tiang hidup seseorang. Kamu bisa terseret angin, terpelanting, terombang-ambing, tapi selama tiangmu kuat, peganganmu kuat, Insyaa Allah kamu baik-baik saja. Kalau hatimu saat mendengar adzan ada getaran, kamu merasa bahagia ketika shalat, bukan lagi merasa kewajiban melainkan kebutuhan, itu artinya shalatnya bener. Gerakan sujud dalam shalat bisa menenteramkan hati, saat kepala kita lebih rendah dari bagian tubuh mana pun, saat ego kita diletakkan lebih rendah dari apa pun. Nah, sekarang kalalu shalatmu aja dijemur, apalagi Shubuh jam 8, gimana kamu membuat tiang untuk dirimu sendiri?”

“Dua, Al-Qur’an itu dibaca dan diresapi, jangan hanya dijadikan pajangan rak. Dibaca nyaring biar aura rumahmu terkena pesonanya, rasanya di tubuh juga lebih plong lega. Malaikat juga berbondong-bondong ikut mendengarkan. Al-Qu’ran itu obat dan sahabat. Kalau kamu merasa sendiri, ya dia itu sahabatmu sejati. Dulu Bapak pas pernah kayak kamu, tiga hari saja bisa khatam. Sebulan sembuh. Num, misalnya nanti Ibu dan Bapak sudah tiada, bahkan semisal Rangga mendahuluimu dan kamu merasa kesepian karena tidak ada teman dalam meneruskan hidup, Al-Qur’an itu adalah penasihatmu yang paling murni hatinya.”

“Tiga, gunakan waktu luang, bahkan ketika kamu melamun dengan zikir. Kalau Bapak, paling suka tahlil dan istighfar. Zikir yang sepenuh hati, disusupkan ke liang-liang kalbu. Layaknya gelas berisi air penuh, perasaan kita, kekuatan pikiran kita, lama-lama akan habis kalau dituang, kalau dipakai. Nah, zikir itu ‘mengisi ulang gelas’. Jangan nunggu sampaii separuh terpakai, apalagi tinggal setetes, bahaya. Zikir terus menerus selagi sempat, biar ‘gelas’ kita selalu penuh. Kalau papamu yang ahli syaraf bilang otakmu tidak seimbang karena sirkuit neurotransmiternya tak beraturan, zikir itulah antidepresanterbaik. Zikir dengan segenap jiwa akan menyusun kembali kimia otakmu dengan akurat. Terakhir...”

“Num, sebagaimana zikir, sedekah itu melegakan hati. Bonusnya, membersihkan harta plus pikiran dan kecemasan secara langsung.”


........

*) gambar diambil dari google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar