Sistem
Pertanian Tadah Hujan di Sirah Pulau Padang
Kebudayaan meliputi selutuh aktivitas manusia, mulai dari berpikir,
berkarya dan hasil karya manusia itu sendiri. Maka untuk mempermudah dalam
memahami dan menganalisis sebuah budaya dalam masyarakat, Koentjaraningrat
membagi-bagi kebudayaan menjadi beberapa unsur, yakni bahasa, pengetahuan,
organisasi sosial, peralatan dan teknologi, mata pencaharian, sistem religi dan
kesenian.
Pada sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, kegiatan budayanya
mencakup pertanian, peternakan, sistem produksi, perbankan, dan sebagainya. Para
ahli antropologi menaruh perhatian terhadap berbagai macam sistem mata
pencaharian atau sistem ekonomi seperti: berburu dan meramu, beternak, bercocok
tanam dan menangkap ikan.
Sumatera Selatan merupakan provinsi yang sebagian besar penduduknya
dengan mata pencaharian sebagai petani, terutama di Kecamatan Sirah Pulau
Padang-Ogan Komering Ilir (OKI) yang tanahnya didominasi oleh jenis tanah rawa.
Sirah Pulau Padang memiliki budaya yang sangat menarik dan menonjol dalam
sistem pertaniannya yaitu pertanian sistem tadah hujan. Sistem pertanian tadah
hujan merupakan salah satu bentuk kultural activity (kegiatan budaya)
sistem mata pencaharian hidup dan ekonomi
masyarakat, sistem pertanian ini telah mentradisi.
Tadah hujan adalah sistem penanaman padi tradisional di daerah rawa yang
hanya dapat dilakukan setahun sekali. Pada sistem ini biasanya pertanian
dilakukan sejak bulan ke-empat (maret)
sampai bulan ke-tujuh (juli). Saat menjelang masa tanam, lahan sawah
dibersihkan dan diolah dengan menggunakan traktor. Setelah air di lahan rawa
sudah tidak terlalu tinggi (kira-kira hanya setinggi 2 jengkal) padi ditanam
dengan menggunakan alat bantu tradisional yang sederhana seperti tongkat kayuu
kecil yang disebut dengan dolok.
Dalam pengerjaannya, penanaman padi sistem ini biasanya memakan waktu
sekitar dua bulan. Pemilik sawah biasanya mengerjakan lahan sawahnya sendiri
dengan dibantu oleh keluarga atau orang-orang terdekat atau membayar jasa orang
untuk mengurus lahannya. Tenaga yang dibutuhkan sekitar 4-10 orang (tergantung
besarnya lahan).
Sesuai dengan namanya, pada sistem pertanian ini tidak menggunakan
irigasi atau pengairan lainnya, dan hanya tergantung pada curah hujan. Untuk
benih padi, masyarakat menggunakan bibit varietas lokal unggul seperti 42 dan
serang. Untuk pengendalian hama dan penyakit, masyarakat setempat menggunakan
bahan seperti pestisida (mereka menyebutnya dengan disemprot). Sedangkan hasil pertanian sebagian akan dijual ke
pengepul atau tengkulak desa dengan harga yang telah ditentukan, dan sebagian
lagi digunakan untuk bahan pangan keluarga sehari-hari. Namun petani tetap
menjual padinya apabila ada orang yang ingin membeli langsung tanpa lewat
tengkulak. Akan tetapi, hasil pertanian yang dijual masih berupa padi, belum
diolah menjadi beras.
Referensi:
Narasumber: Yan
Ismet (petani di Kecamatan Sirah Pulau Padang-OKI)
Koentjaraningrat,
Prof., Dr.2013.Pengantar Ilmu Antropologi.Jakarta:Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar